AnalisaNews – Ada adagium hukum yang mengatakan Fiat justitia et pereat mundus yang bermakna Hendaklah keadilan ditegakkan, meskipun dunia harus binasa. Frasa ini sering kali kita temukan di berbagai literasi yang menggambarkan sebuah prinsip bahwa keadilan harus tetap di tegakkan tanpa memandang konsekuensi.
Menelaah beberapa kasus dugaan tindak pidana korupsi di kejaksaan negeri pamekasan menjadi suatu gambaran bahwa hukum tidak bisa memberikan perlindungan tanpa digerakkan oleh penegak hukum, hukum harus memberikan kepastian dan keadilan, hukum tidak di perkenankan adanya keberpihakan, tetapi pada kenyataannya masih banyak dugaan kasus tindak pidana korupsi di kejaksaan negeri pamekasan yang seolah-olah di gantung dan dibiarkan begitu saja.
Hukum pidana secara subtansi materiilnya seharusnya dilihat dari perbuatan pidananya, pertanggung jawaban pidananya dan sanksi pidananya, karena kejahatan tindak pidana korupsi dianggap kejahatan yang luar biasa Extra ordinary crime yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.
Dugaan kasus tindak pidana korupsi yang masih mangkrak di kejaksaan negeri pamekasan diantaranya, kasus dugaan korupsi wamiramart, dugaan korupsi program Balai latihan kerja (BLK) yang berlokasi di Desa buddagan, dugaan korupsi kawasan hasil industri tembakau (KIHT), dugaan korupsi pokmas di desa cenlecen, dan juga kasus mobil sigap yang sudah tiga tahun di gantung di kejaksaan negeri pamekasan. Dari lima kasus yang di sebutkan seharusnya ini menjadi prioritas penegak hukum untuk memperbaiki citranya sebagai aparat penegak hukum, dimana hukum tidak boleh membiarkan para koruptor bebas berkeliaran menghirup udara segar.
Di lain sisi kita melihat ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum,ketidakpercayaan itu timbul karena diskriminasi hukum, hukum yang dimanfaatkan untuk kepentingan golongan dan segelintir orang untuk meraup keuntungan pribadi, sehingga profesionalisme penegak hukum harus di tingkatkan,Mereka harus dijauhkan dari kekuasaan dan intervensi politik. Selain itu, mereka juga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Tolak ukur yang dijadikan dasar oleh kejari pamekasan dalam menunda atau menghentikan penyelidikan dikarenakan kerugian negara telah di kembalikan atau seringakali berdalih menunggu hasil audit inspektorat dalam melihat kerugian yang di sebabkan adanya praktek tindak pidana tersebut, sehingga muncul suatu persepsi bahwa seolah olah kepala kejaksaan negeri dalam memberikan jawaban hanya untuk mengulur-ngulur waktu supaya proses hukum tersebut tidak dilanjutkan, jika itu terjadi maka penegakan hukum di kejari pamekasan masih terbilang pandang bulu tanpa berdasarkan pada prinsip profesionalisme, transparan dan akuntabel.
Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa Formatur